BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pemeriksaan laboratorium merupakan hal yang terpenting dalam proses
diagnosis suatu penyakit. Banyak informasi penting yang bisa didapatkan dari
proses tersebut yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan langkah
yang akan diambil terhadap pasien. Dengan demikian, proses pemeriksaan
laboratorium memiliki peranan vital bagi
pasien. Pemeriksaan laboratorium terhadap pasien menggunakan bahan pemeriksaan
yang berasal dari tubuh pasien. Pada prinsipnya semua organ dan cairan tubuh
dapat diperiksa, namun yang sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin hanya
specimen yang memiliki arti klinis, misalnya darah, urine, serum,
sekret/efusi, cairan sendi, dan cairan
otak (LCS).
Pada makalah ini akan dibahas secara khusus pemeriksaan
laboratorium klinik terhadap specimen cairan otak atau Liquor Cerebro Spinalis
(LCS). Pemeriksaan LCS ini berperan penting dalam mendiagnosa adanya gangguan
terhadap selaput otak/ meningia.
Pemeriksaan Terhadap LCS ini terbagi atas pemeriksaan Makroskpis,
Mikroskopis, dan Kimiawi. Tinjauan pustaka mengenai LCS akan dijelaskan lebih
lanjut pada bab selanjutnya.
1.2
TUJUAN
2.
Untuk
mengetahui pengertian, anatomi, dan fisiologi LCS
3.
Untuk
mengetahui cara pengambilan specimen LCS (Lumbal Pungsi)
4.
Untuk
mengetahui macam-macam pemeriksaan LCS
5.
Untuk
mengetahui prosedur pemeriksaan-pemeriksaan LCS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
Liquour Cerebrospinalis adalah cairan otak
yang diambil melalui lumbal punksi Cairan otak tidak boleh dipandang sama
dengan cairan yang terjadi oleh proses ultrafiltrasi saja dari plasma darah. Di
samping filtrasi, faktor sekresi dari plexus choriodeus turut berpengaruh.
Karena itu cairan otak bukanlah transudat belaka. Akan tetapi seperti
transudat, susunan cairan otak juga selalu dipengaruhi oleh konsentrasi
beberapa macam zat dalam plasma darah.
Pengambilan cairan otak itu dilakukan dengan
maksud diagnostik atau untuk melakukan tindakan terapi. Kelainan dalam hasil
pemeriksaan dapat memberi petunjuk kearah suatu penyakit susunan saraf pusat,
baik yang mendadak maupun yang menahun dan berguna pula setelah terjadi trauma.
secara makroskopi, mikroskopi, kimia, bakteriologi, dan
serologi.
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI
Cairan
Serebro Spinal (CSS) ditemukan di ventrikel otak dan sisterna dan ruang
subarachnoid yang mengelilingi otak dan medula spinalis. Seluruh
ruangan berhubungan satu sama lain, dan tekanan
cairan diatur pada suatu tingkat yang konstan.
Fungsi Bantalan
Cairan Serebrospinal
Fungsi
utamanya adalah untuk melindungi sistem saraf pusat (SSP) terhadap trauma. Otak
dan cairan serebrospinal memiliki gaya berat spesifik yang kurang lebih sama
(hanya berbeda sekitar4%), sehingga otak terapung dalam cairan ini.
Oleh karena itu, benturan pada kepala akan menggerakkan
seluruh otak dan tengkorak secara serentak, menyebabkan tidak satu bagian pun dari otak yang
berubah bentuk akibat adanya benturan tadi.
Pembentukan, Aliran dan Absorpsi Cairan Serebrospinal
Sebagian
besar CSS (dua pertiga atau lebih) diproduksi di pleksus choroideus
ventrikel serebri (utamanya ventrikel lateralis). Sejumlah kecil dibentuk oleh
sel ependim yang membatasi ventrikel dan membran arakhnoid dan sejumlah kecil
terbentuk dari cairan yang bocor ke
ruangan perivaskuler di sekitar pembuluh darah otak (kebocoran sawar darah
otak).Pada
orang dewasa, produksi total CSS yang normal adalah sekitar 21 mL/jam (500
mL/ hari),volume CSS total hanya sekitar
150 mL. CSS mengalir dari ventrikel lateralis melalui foramen intra ventrikular
(foramen Monroe) ke venrikel ketiga, lalu melewati cerebral
aquaductus(aquaductus sylvii) ke venrikel keempat, dan melalui apertura
medialis (foramen Magendi) danapertura lateral (foramen Luschka) menuju ke
sisterna cerebelomedular (sisterna magna). Darisisterna cerebelomedular, CSS
memasuki ruang subarakhnoid, bersirkulasi disekitar otak dan medulaspinalis
sebelum diabsorpsi pada granulasi arachnoid yang terdapat pada hemisfer
serebral.Sekresi Pleksus Koroideus
Pleksus koroideus adalah
pertumbuhan pembuluh darah seperti kembang kol yang dilapisi oleh selapis tipis sel. Pleksus ini menjorok ke
dalam kornu temporal dari setiap ventrikel lateral,bagian posteror ventrikel
ketiga dan atap ventrikel keempat.Sekresi cairan oleh pleksus koroideus
terutama bergantung pada transpor aktif dari ion natrium melewati sel epitel yang membatasi bagian luar pleksus. Ion-
ion natrium pada waktu kembali positif akan menarik ion akan menarik
sejumlah besar ion-ion klorida, karena ion natrium yang bermuatan klorida yang
bermuatan negatif. Keduanya bersama - sama meningkatkankuantitas osmotis substansi
aktif dalam cairan serebrospinal, yang kemudian segera menyebabkan osmosis air melalui membran, jadi menyertai
sekresi cairan tersebut. Transpor yang kurang begitu penting memindahkan
sejumlah kecil glukosa ke dalam cairan serebrospinal dan ion kalium dan bikarbonat
keluar dari cairan serebrospinal ke dalam kapiler. Oleh karena itu, sifat khas
dari cairan serebrospinal adalah sebagai
berikut: tekanan osmotik kira-kira sama dengan plasma; konsentrasi ion
natrium kira-kira sama dengan plasma; klorida kurang lebih 15% lebih besar
dari plasma; kalium kira-kira 40%
lebih kecil; dan glukosa kira-kira 30% lebih sedikit. Inhibitor carbonic
anhidrase (acetazolamide) , kortikosteroid, spironolactone, furosemide,
isoflurane dan agen vasokonstriksi untuk mengurangi produksi CSS. Absorpsi
Cairan Serebrospinal Melalui Vili Arakhnoidalis. Absorpsi CSS melibatkan
translokasi cairan dari granulasi arachnoid ke dalam sinus venosusotak.
Vili arakhnoidalis, secara mikroskopis adalah penonjolan seperti jari dari
membran arakhnoidke dalam dinding sinus
venosus. Kumpulan besar vili-vili ini biasanya ditemukan bersama-sama, dan membentuk
suatu struktur makroskopis yang disebut granulasi arakhnoid yang terlihat
menonjol kedalam sinus. Dengan menggunakan mikroskop elektron, terlihat bahwa
vili ditutupi oleh sel endotel yang memiliki lubang-lubang vesikular besar yang
langsung menembus badan sel. Telahdikemukakan bahwa lubang ini cukup
besar untuk menyebabkan aliran yang relatif bebas dari cairanserebrospinal, molekul protein, dan bahkan
partikel - partikel sebesar eritrosit dan leukosit ke dalam darah
vena. Sebagian kecil diabsorpsi di nerve root sleeves dan
limfatik meningen. Walaupun mekanismenya belum jelas diketahui, absorpsi
CSS ini tampaknya berbanding lurus terhadaptekanan intra kranial (TIK)
dan berbanding terbalik dengan tekanan vena serebral (Cerebral Venous Pressure = CVP). Karena otak dan medula spinalis
sedikit disuplai oleh sistem limfatik, absorpsimelalui CSS merupakan mekanisme
utama untuk mengembalikan protein perivaskuler dan interstitiilke dalam aliran
darah .Ruang Perivaskuler dan Cairan Serebrospinal Pembuluh darah yang
mensuplai otak pertama-tama berjalan melalui sepanjang permukaanotak dan
kemudian menembus ke dalam, membewa selapis pia mater, yaitu membran yangmenutupi
otak. Pia mater hanya melekat longgar pada pembuluh darah, sehingga terdapat
sebuahruangan, yaitu ruang perivaskuler, yang ada di antara pia mater dan
setiap pembuluh darah. Oleh karena itu,
ruang perivaskuler mengikuti arteri dan vena ke dalam otak sampai arteriol dan venula, tapi tidak sampai ke kapiler. Fungsi Limfatik Ruang
Perivaskuler .Sama
halnya dengan di tempat lain dalam tubuh, sejumlah kecil protein keluar
dari parenkim kapiler ke dalam ruang interstitiil otak, karena tidak ada
pembuluh limfe dalam jaringan otak, protein
ini meninggalkan jaringan terutama dengan mengalir bersama cairan yang
melalui ruangperivaskuler ke dalam ruang subarakhnoid. Untuk mencapai
ruang subarakhnoid, protein akan mengalir
bersama cairan serebrospinal untuk diabsorpsi melalui vili arakhnoidalis ke
dlam vena-venaserebral. Ruang perivaskuler, sebenarnya, merupakan sistem
limfatik yang khusus untuk otak.. Selain menyalurkan cairan dan protein, ruang
perivaskuler juga menyalurkan partikel asing dari otak ke dalam ruang
subarakhnoid. Misalnya, ketika terjadi infeksi di otak, sel darah putih dan
jaringanmati infeksius lainnya dibawa
keluar melalui ruang perivaskuler.
Tekanan Cairan Serebrospinal
Tekanan normal dari sistem
cairan serebrospinal ketika seseorang berbaring pada posisi horizontal, rata-rata 130 mm air (10 mmHg),
meskipun dapat juga serendah 65 mm air atau setinggi 95 mm air pada orang
normal.. Pengaturan Tekanan Cairan Serebsrospinal oleh Vili Arakhnoidalis. Normalnya,
tekanan cairan serebrospinal hampir seluruhnya diatur oleh absorpsi
cairanmelalui vili arakhnoidalis. Alasannya adalah bahwa kecepatan normal
pembentukan cairanserebrospinal bersifat konstan, sehingga
dalam pengaturan tekanan jarang terjadi faktor perubahandalam
pembentukan cairan. Sebaliknya, vili berfungsi seperti katup yang
memungkinkancairan danisinya mengalir ke dalam darah dalam sinus venosus dan
tidak memungkinkan aliran sebaliknya.Secara normal, kerja katup vili tersebut
memungkinkan cairan serebrospinalmulai mengalir ke dalam darah ketika tekanan sekitar 1,5 mmHg lebih besar dari tekanan
darah dalam sinus venosus. Kemudian, jika tekanan cairan serebrospinal
masih meningkat terus, katup akan terbuka lebar,sehingga dalam keadaan normal,
tekanan tersebut tidak pernah meningkat lebih dari beberapa mmHg dibanding dengan tekanan dalam sinus. Sebaliknya,
dalam keadaan sakit vili tersebut kadang-kadang menjadi tersumbat oleh partikel-partikel
besar, oleh fibrosis, atau bahkan oleh molekul
protein plasma yang berlebihan yang
bocor ke dalam cairan
serebrospinal pada penyakit otak. Penghambatan seperti ini dapatmenyebabkan
tekanan cairan serebrospinal menjadi sangat tinggi. Pengukuran
Tekanan Cairan SerebrospinalProsedur yang biasa digunakan untuk mengukur
tekanan cairan serebrospinal adalah sebagai
berikut : Pertama, orang tersebut berbaring horizontal pada sisi tubuhnya,
sehingga tekanancairan spinal sama dengan tekanan dalam ruang tengkorak.
Sebuah jarum spinal kemudiandimasukkan ke dalam kanalis spinalis lumbalis di
bawah ujung terendah medula spinalisdandihubungkan dengan sebuah pipa kaca.
Cairan spinal tersebut dibiarkan naik pada pipa kaca sampaisetinggi-tingginya. Jika nilainya naik sampai
setinggi 136 mm di atas tingkat jarum tersebut,tekanannya dikatakan 136 mm air
atau, dibagi dengan 13,6 yang merupakan berat jenis air raksa,kira-kira 10
mmHg.
2.3 PROSEDUR
PUNGSI LUMBAL
Cairan
otak biasanya diperoleh dengan melakukan punksi lumbal pada lumbal III dan IV
dai cavum subarachnoidale, namun dapat pula pada suboccipital ke dalam cisterna
magma atau punksi ventrikel, yang dapat disesuaikan dengan indikasi klinik.
Seorang klinik yang ahli dapat memperkirakan pengambilan tersebut. Hasil punksi
lumbal dimasukkan dalam 3 tabung atau 3 syringe yang berbeda, antara lain :
1. Tabung
I berisi 1 mL
Dibuang karena tidak
dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan karena mungkin mengandung darah pada
saat penyedotan.
2. Tabung
II berisi 7 mL
Digunakan untuk
pemeriksaan serologi, bakteriologi dan kimia klinik.
3. Tabung
III berisi 2 mL
Digunakan untuk
pemeriksaan jumlah sel, Diff.count dan protein kualitatif/kuantitatif.
Tata Cara :
1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu
sisi tubuh. Leher fleksi maksimal
(lutut di tarik ke arah dahi )
2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara L4 dan L5 yaitu dengan menentukan
garis potong sumbu kraniospinal ( kolumna verterbralis ) dan garis antara
kedua spina ishiadika anterior superior ( SIAS ) kiri dan kanan. Pungsi dapat
pula di lakukan anatara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh
pada bayi.
3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm
dengan larutan Povidon iodin di ikuti larutan alkohol 70% dan tutup dengan
duk steril di mana daerah pungsi lumbal di biarkan terbuka.
4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah
memakai sarung tangan steril selama 15 – 30 detik yang akan menandai titik
pungsi tersebut selama 1 menit.
5. Tasukan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah di tentukan. Masukan
jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan
mulut jarum terbuka ke atas samapai menembus duramater. Jarak antara kulit
dan ruang subarakhnoi berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan
gizi. Umumnya 1,5 – 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada
umur 3 –5 tahun. Pada remaja jaraknya 6 – 8 cm.
6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran
cairan yang lebih baik, jarum di putar hingga mulut jarum mengarah ke
kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan
7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester.
(lutut di tarik ke arah dahi )
2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara L4 dan L5 yaitu dengan menentukan
garis potong sumbu kraniospinal ( kolumna verterbralis ) dan garis antara
kedua spina ishiadika anterior superior ( SIAS ) kiri dan kanan. Pungsi dapat
pula di lakukan anatara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh
pada bayi.
3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm
dengan larutan Povidon iodin di ikuti larutan alkohol 70% dan tutup dengan
duk steril di mana daerah pungsi lumbal di biarkan terbuka.
4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah
memakai sarung tangan steril selama 15 – 30 detik yang akan menandai titik
pungsi tersebut selama 1 menit.
5. Tasukan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah di tentukan. Masukan
jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan
mulut jarum terbuka ke atas samapai menembus duramater. Jarak antara kulit
dan ruang subarakhnoi berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan
gizi. Umumnya 1,5 – 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada
umur 3 –5 tahun. Pada remaja jaraknya 6 – 8 cm.
6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran
cairan yang lebih baik, jarum di putar hingga mulut jarum mengarah ke
kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan
7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester.
BAB III
PEMERIKSAAN TERHADAP LCS
MACAM
PEMERIKSAAN :
Pemeriksaan
terhadap LCS terdiri atas :
a.
Pemeriksaan Rutin
- makroskopis
- mikroskopis
- kimia
- bakteriologi
b.
Pemeriksaan Fisik
- tekanan
c.
Pemeriksaan Khusus
-
elektroforesa protein
-
imunoelektroforesa
- serologi
-
imunoglobulin
3.1 MAKROSKOPIS
Pemeriksaan makroskopis meliputi
–
Warna
–
Kekeruhan
–
pH
–
Konsistensi (bekuan)
–
Berat jenis
§ Metode
: Visual (Manual)
§ Tujuan
:
Untuk mengetahui cairan LCS secara makroskopik meliputi :
warna, kejernihan, bekuan, pH dan BJ.
§ Alat :
- Tabung
reaksi
- Beaker
gelas
- Kertas
indikator pH universal
- Refraktometer
abbe
§ Spesimen
: Cairan LCS
Prinsip : pada keadaan normal wujud LCS
seperti air, dengan
membandingkannya dapat dinilai
adanya perubahan pada LCS.
Cara
Kerja :
a. Tes Warna, Kekeruhan, dan Bekuan
– Tabung reaksi diisi aquadest
secukupnya sebagai pembanding.
– Contoh bahan diisikan pada tabung
reaksi yang sama ukurannya dengan
pembanding.
–
Kedua tabung
diletakkan berdekatan dengan latar belakang kertas putih.
–
Bandingkan contoh
bahan dengan aquadest.
b. Tes Berat Jenis
Cairan
LCS diteteskan 1-2 tetes pada refraktometer dan diperiksa pada eye piece BJ.
Interprestasi hasil :
–
Warna
Diamati warna pada LCS dengan aquades
sebagai pembanding
–
Kejernihan /
kekeruhan
•
0 = jernih
•
+ 1 = berkabut
•
+ 2 = kekeruhan
ringan
•
+ 3 = kekeruhan nyata
•
+ 4 = sangat keruh
–
Bekuan
Tidak ada (negatif) atau ada
bekuan (positif)
No
|
Parameter
|
Penilaian
|
Normal
|
1.
|
Warna
|
Tidak berwarna,
Kuning muda, Kuning, Kuning tua, Kuning coklat, merah, hitam coklat
|
Tidak berwarna
|
2.
|
Kejernihan
|
Jernih, agak keruh,
keruh, sangat keruh, keruh kemerahan
|
Jernih
|
3.
|
Bekuan
|
Tidak ada bekuan,
ada bekuan
|
Tidak ada bekuan
|
4.
|
Ph
|
7,3 atau setara
dengan pH plasma/serum
|
|
5.
|
BJ
|
1.000 – 1.010
|
1.003 – 1.008
|
§ Hal yang
perlu diperhatikan :
Warna
Normal warna LCS tampak jernih, wujud dan viskositasnya sebanding
air.
–
Merah muda →
perdarahan trauma akibat pungsi
–
Merah tua atau coklat
→ perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis dan
akan terlihat jelas sesudah
disentrifuge
–
Hijau atau
keabu-abuan → pus
–
Coklat → terbentuknya
methemalbumin pada hematoma subdural kronik
–
Xanthokromia →
(kekuning-kuningan) pelepasan hemoglobin dari eritrosit yang lisis (perdarahan
intraserebral/subarachnoid); juga disebabkan oleh kadar protein tinggi (>
200 mg/dl)
Kekeruhan
Normal → tidak ada kekeruhan atau jernih. Walaupun demikian LCS yang
jernih terdapat juga pada meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis,
dan meningitis tuberkulosa.
Keruh → ringan seperti kabut
mulai tampak jika :
–
lekosit 200-500/ul3
–
eritrosit > 400/ml
–
mikroorganisme
(bakteri, fungi, amoeba)
–
aspirasi lemak
epidural sewaktu dilakukan pungsi
–
media kontras
radiografi.
Konsistensi bekuan
–
Bekuan à banyak darah masuk
–
Normal → tidak
terlihat bekuan
–
Bekuan → banyaknya
fibrinogen yang berubah menjadi fibrin.
Disebabkan: trauma pungsi,
meningitis supurativa, atau meningitis tuberkulosa.
Jendalan sangat halus à LCS didiamkan di dalam almari es
selama 12-24 jam.
- LCS yang
bercampur darah dalam jumlah banyak pada kedua tabung, tidak
dapat diperiksa karena karena akan sama
hasilnya dengan pemeriksaan
dalam darah, terutama bila ada bekuan merah
sebagaimana darah membeku.
- Adanya
bekuan terlihat berupa kabut putih yang menggumpal karena bekuan
terdiri
atas benang fibrin.
3.2 MIKROSKOPIS
Syarat pemeriksaan :
Dilakukan dlm waktu < 30’, karena bila > 30’ jml sel akan berkurang yang disebabkan:
–
Sel mengalami
sitolisis
–
Sel akan mengendap,
shg sulit mendapat sampel yang homogen
–
Sel terperangkap
dalam bekuan
–
Sel cepat mengalami
perubahan morfologi
3.2.1 Hitung Jumlah Sel
§ Metode
: Bilik
Hitung
§ Prinsip
: LCS diencerkan dengan larutan Turk pekat akan ada sel
leukosit
dan sel lainnya akan lisis dan dihitung selnya dalam
kamar
hitung di bawah mikroskop.
§ Tujuan
: Untuk mengetahui jumlah sel dalam cairan LCS.
§ Alat dan
Reagensia :
- Mikroskop
- Hemaocytometer
: Bilik hitung Improved neubauer, kaca penutup, pipet
thoma leukosit
- Larutan
Turk Pekat : Kristal violet 0,1 gram, asam asetat glacial 10 mL dan
aquadest 90 mL.
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
Kerja :
- Larutan
Turk pekat diisap sampai tanda 1 tepat
- Larutan
LCS diisap sampai tanda 11 tepat.
- Dikocok
perlahan dan dibuang cairan beberapa tetes.
- Diteteskan
pada bilik hitung dan dihitung sel dalam kamar hitung pada semua kotak leukosit
di mikroskop lensa objektif 10x/40x.
§ Perhitungan
:
Ʃ Sel
= Jumlah sel ditemukan
x 1 x 1 x
pengenceran
Jumlah kotak
L T
=
……..sel/mm3 LCS
Ket : T = tinggi bilik hitung : 1/10 mm
L = luas 1
satuan kotak yang dipakai
§ Interpretasi
: Jumlah sel normal = 0 – 5 sel/mm3 LCS
3.2.2 Hitung Jenis Sel
§ Metode
: Tetes tebal dengan pewarnaan Giemsa
§ Tujuan
: Untuk membedakan dan mengetahui jumlah masing-masing
jenis sel mononuklear dan polinuklear
dalam
cairan LCS
§ Alat dan
Reagensia :
- Objek
Gelas
- Kaca
Penghapus
- Sentrifuge
- Tabung
reaksi
- Metanol
absolut
- Giemsa
- Timer
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
Kerja :
- Cairan
LCS di masukkan dalam tabung secukupnya.
- Disentrifugasi
selama 5 menit 2000 rpm
- Supernatant
dibuang dan endapan diambil.
- Diteteskan
pada objek gelas dan dibuat preparat hapusan tebal
- Di
keringkan dan difiksasi selama 2 menit dengan metanol absolut.
- Diwarnai
dengan Giemsa selama 15-20 menit.
- Dicuci
dan diperiksa dimikroskop lensa objektif 100x denga imersi.
§ Perhitungan
:
Jenis sel
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
Jumlah
|
%
|
MN
|
||||||||||||
PMN
|
||||||||||||
Jumlah
|
§ Interpretasi
: Normal MN 100% dan PMN 0%
3.2.3 Bakterioskopi
Dari pemeriksaan bakteliologi terhadap LCS, bakteri yang sering
muncul ialah : Mycobacterium tuberculosa, Neisseria meningitidis,
Streptococcus pneumoniae, dan Haemophillus influenzae.
Dengan melakukan pemeriksaan bakteriologi, sering sudah di dapatkan
petunjuk ke arah etiologi radang. Pemeriksaan yang paling diperlukan adalah
pewarnaan Gram dan Ziehl Neelsen. Specimen yang dipakai untuk pewarnaan ini
sebaiknya memakai sedimen dari LCS. Untuk pewarnaan tahan asam (Ziehl Neelsen)
baik juga dipakai specimen bekuan halus dekat permukaan LCS.
a.
Pewarnaan
Gram
Cara kerja :
·
Gelas
objek dan gelas penutup dibersihkan dengan alkohol 70% steril.
·
Dibuat
apusan dari bahan sedimen LCS
·
Difiksasi
di atas api bunsen.
·
Apusan
bakteri yang telah jadi ditetesi gram A selama 3 menit, dicuci denan air
mengalir, dan dikeringanginkan.
·
Kemudian
ditetesi gram B selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir, dan
dikeringanginkan.
·
Kemudian
ditetesi gram C selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir, dan
dikeringanginkan.
·
Kemudian ditetesi gram D selama 2 menit,
dicuci dengan air mengalir, dan dikeringanginkan.
·
Diamati
dengan mikroskop dengan perbesaran 1000 x, kemudian dicatat bentuk dan warna susunan,
dan sifat sel bakteri
b.
Pewarnaan
Ziehl-Neelsen
Cara
kerja :
·
Letakan
sediaan yang telah difiksasi pada rak dengan apusan menghadap ke atas.
·
Teteskan
larutan carbol fuchsin 0,3% (ZN A)
sampai menutupi seluruh permukaan sediaan sputum.
·
Panaskan
dengan nyala api spiritus sampai keluar uap selama 3-5 menit (tidak boleh
mendidih/kering).
·
Singkirkan
api spiritus, diamkan selama 5 menit.
·
Bilas
dengan air mengalir pelan sampai zat warna merah yang bebas terbuang.
·
Tetesi
sediaan dengan larutan asam alcohol 3% (ZN B) sampai warna merah fuchsin
hilang.
·
Bilas
dengan air mengalir pelan.
·
Teteskan
larutan methylen blue 0,3% ( ZN C)pada sediaan sampai menutupi seluruh
permukaan.
·
Diamkan
10 – 20 detik.
·
Bilas
dengan air mengalir pelan.
·
Diamati
dengan mikroskop dengan perbesaran 1000 x, kemudian dicatat bentuk dan warna
susunan, dan sifat sel bakteri
3.3 KIMIAWI
Analisa kimia LCS à membantu diagnosis / menilai prognosis.
Pemeriksaan rutin yang
dilakukan :
–
penetapan protein
secara kualitatif
–
kadar protein
–
kadar glukosa
–
kadar klorida
3.3.1 Protein
Kualitatif
Keadaan normalà cairan otak mengandung sedikit
sekali protein
Perbandingan antara albumin dan
globulin LCS leih kecil daripada dalam plasma
Konsentrasi protein ↑ :
–
Permeabilitas sawar
darah-otak ↑ oleh radang
–
Meningitis yang berat
A.
TEST PANDY
Prinsip : reagen pandy memberikan
reaksi terhadap protein (albumin dan globulin) dalam bentuk kekeruhan.
Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang ringan seperti
kabut.
Alat dan reagen yang dipakai
–
Tabung serologi
(garis tengah 7 mm)
–
Kertas putih
–
Reagen Pandy (larutan
phenol jenuh dalam air)
Cara pemeriksaan :
–
Ke dalam tabung
serologi dimasukkan 1 ml reagen Pandy
–
Tambahkan 1 tetes LCS
–
Kemudian dilihat
segera ada tidaknya kekeruhan.
Interprestasi hasil
–
Negatif : tidak ada kekeruhan
–
Positif : terlihat
kekeruhan yang jelas
•
+1 : opalescent (kekeruhan ringan seperti
kabut)
•
+2 : keruh
•
+3 : sangat keruh
•
+4 : Kekeruhan seperti susu
Nilai normal : (-) / (+1)
B.
TEST NONNE APELT
Prinsip : reagen Nonne memberikan
reaksi terhadap protein globulin dalam bentuk kekeruhan yang berupa
cincin.
Ketebalan cincin berhubungan
dengan kadar globulin, makin tinggi kadarnya maka cincin yang terbentuk makin
tebal.
Alat dan reagen yang dipakai :
–
Tabung serologi
(garis tengah 7 mm)
–
Reagen Nonne
(larutan ammonium sulfat jenuh dalam air)
Cara pemeriksaan :
–
Ke dalam tabung
serologi dimasukkan 1 ml reagen Nonne
– Tambahkan 1 ml LCS dengan cara
pelan-pelan sehingga terbentuk 2 lapisan,
di mana lapisan atas adalah LCS.
Diamkan selama 3 menit.
–
Kemudian dilihat pada
perbatasan kedua lapisan dengan latar belakang gelap.
Interprestasi hasil :
–
Negatif : tidak
terbentuk cincin antara kedua lapisan
–
+1 : cincin yang terbentuk
menghilang setelah dikocok (tidak ada bekasnya).
–
+2 : setelah dikocok
terjadi opalesensi
–
+3 : mengawan setelah
dikocok
Normal : (-)
3.3.2 Protein Kuantitatif
§ Metode
: Biuret
§ Prinsip
: Protein dalam sampel bereaksi dengan ion cupri (II) dalam
medium alkali
membentuk komplek warna yang dapat
diukur dengan
spektrofotometer
§ Tujuan
: Untuk menetapkan kadar protein dalam LCS.
§ Alat
:
- Tabung
reaksi
- Mikropipet
20 µLdan 1000 µL.
- Tip
kuning dan biru.
- Fotometer
§ Reagensia
:
- Reagen
Kerja: Cupri (II) asetat 6 mmol/L, Kalium Iodida 12 mmol/L,
NaOH 1,15
mol/L, deterjen.
- Reagen
standard : 8,0 g/dL
- Stabilitas :
Reagensia stabil setelah dibuka sampai kadaluarsa bila disimpan
pada suhu
ruang.
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
Kerja :
- Masukkan
ke dalam tabung berlabel :
Blanko
|
Standar
|
Sampel
|
|
Standar
Serum
Reagen kerja
|
-
-
1000 μl
|
20 µl
-
1000 μl
|
-
20 μl
1000 μl
|
- Campur
dan inkubasi selama 10 menit pada suhu ruang.
- Diukur
absorben standar dan sampel pada Photometer dengan panjang
gelombang 578
nm terhadap blanko reagent.
§ Perhitungan
:
Total Protein = Absorben
sampel x konsentrasi standar (8,0 g/dL)
Absorben standard
=
..............g/dL x 1000 = ......mg/dL
Nilai
Normal : 15 – 45 mg/dl
3.3.3 Glukosa Kuantitatif
Menyusutnya kadar glukosa dalam LCS à meningitis purulenta (metabolisme leukosit & bakteri ↓ kadar
glukosa à 0).
Semua
mikroorganisme menggunakan glukosaà pe↓ kadar
glukosa dapat disebabkan oleh : fungi, protozoa, bakteri tuberculosis, dan
bakteri piogen.
Meningitis oleh virus à sedikit me↓ kadar glukosa dalam LCS.
§ Metode
: GOD-PAP
§ Prinsip
: Glukosa dioksidasi oleh glukosa oksidase menghasilkan
hidrogen peroksida yang bereaksi
dengn 4-aminoantipirin
dan fenol dengan pengaruh katalis
peroksidase
menghasilkan quinoneimine yang
berwarna merah.
§ Tujuan
: Untuk menentukan kadar glukosa dalam LCS
§ Reaksi
: Glukosa + ½ O2 +
2 H2O glukosa oxidase
Glukonate + H2O2.
2 H2O2 +
4-Aminoantipyrine + Phenol POD Quinoneimine +
4 H2O
§ Alat
:
- Tabung
reaksi
kecil
- Timer
- Mikropipet
10 dan 1000
µl
- Tissue
- Tip
kuning dan
biru
- Rak Tabung
- Fotometer
§ Reagensia
:
- Reagen
kerja Glukosa
- Reagen
standar Glukosa 100 mg/dl
- Stabilitas :
Reagensia stabil setelah dibuka sampai kadaluarsa bila disimpan
pada suhu 2-8oC.
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
kerja:
- Dipipet
ke dalam tabung:
Blanko
|
Standar
|
Sampel
|
|
Standar
Serum
Reagen kerja
|
-
-
1000 µl
|
10 µl
-
1000 µl
|
-
10 µl
1000 µl
|
- Dicampur
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit.
- Diukur
absorben standar dan sampel pada Photometer terhadap blanko dengan panjang
gelombang 546 nm.
§ Pengamatan dan
Pembacaan :
- Absorben
blanko aquabidest : 0,000
- Dicatat
Absorben pengukuran reagent blanko, standar dan sampel
§ Perhitungan
:
Glukosa
= Absorben sampel
x konsentrasi standard (100 mg/dL)
Absorben standard
=
..............mg/dL
§ Nilai
Normal : 45 – 70 mg/dL
Chlorida Kuantitatif
§ Metode
: TPTZ
§ Prinsip
: Ion Chlorida bereaksi dengan Mercury (II), 2,4,4-tri-(2
pyridil)-S-triazide kompleks (TPTZ) membentuk merkuri
(II) chlorida. TPTZ bebas bereaksi dengan ion besi
(II)
menghasilkan warna biru kompleks. Perubahan absorben
pada 578 nm sebanding dengan kadar chlorida.
§ Tujuan
: Untuk menentukan kadar Chlorida dalam LCS
§ Alat
:
- Tabung
reaksi
kecil
- Timer
- Mikropipet
10 dan 1000 µl
- Tissue
- Tip
kuning dan
biru
- Rak Tabung
- Fotometer
§ Reagensia
:
- Reagen
warna : 2,4,6-tri-(2-pyridil)-S-triazide (TPTZ) dan merkuri (II)
kompleks
0,96 mmol/L dan besi (II) sulfat 0,5 mmol/L
- Standard
Chlorida : Natrium chlorida 100 mmol/L atau 355 mg/dL
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
Kerja :
- Dipipet
ke dalam tabung:
Blanko
|
Standar
|
Sampel
|
|
Standar
Serum
Reagen kerja
|
-
-
1000 µl
|
10 µl
-
1000 µl
|
-
10 µl
1000 µl
|
- Dicampur
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit.
- Diukur
absorben standar dan sampel pada Photometer terhadap blanko
dengan
panjang gelombang 546 nm.
§ Perhitungan
:
Chlorida = Absorben sampel x
konsentrasi standard (100 mmol/L)
Absorben standard
=
..............mmol/L
§ Nilai
Normal : 98 - 106 mmol/L
DAFTAR PUSTAKA
Gandasoebrata, R.1969. Penuntun
Laboratorium Klinik . Dian Rakyat : Jakarta
Ginsberg Lionel. 2007. Lecture Notes
Neurology. Erlangga : Jakarta
Kee, Joyce LeFeffer .1999. Pemeriksaan Dan
Diagnosis. EGC : Jakarta
Pearce, Evelyn C.1972.Anatomi dan
Fisiologi Untuk Paramedis . GBAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pemeriksaan laboratorium merupakan hal yang terpenting dalam proses
diagnosis suatu penyakit. Banyak informasi penting yang bisa didapatkan dari
proses tersebut yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan langkah
yang akan diambil terhadap pasien. Dengan demikian, proses pemeriksaan
laboratorium memiliki peranan vital bagi
pasien. Pemeriksaan laboratorium terhadap pasien menggunakan bahan pemeriksaan
yang berasal dari tubuh pasien. Pada prinsipnya semua organ dan cairan tubuh
dapat diperiksa, namun yang sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin hanya
specimen yang memiliki arti klinis, misalnya darah, urine, serum,
sekret/efusi, cairan sendi, dan cairan
otak (LCS).
Pada makalah ini akan dibahas secara khusus pemeriksaan
laboratorium klinik terhadap specimen cairan otak atau Liquor Cerebro Spinalis
(LCS). Pemeriksaan LCS ini berperan penting dalam mendiagnosa adanya gangguan
terhadap selaput otak/ meningia.
Pemeriksaan Terhadap LCS ini terbagi atas pemeriksaan Makroskpis,
Mikroskopis, dan Kimiawi. Tinjauan pustaka mengenai LCS akan dijelaskan lebih
lanjut pada bab selanjutnya.
1.2
TUJUAN
2.
Untuk
mengetahui pengertian, anatomi, dan fisiologi LCS
3.
Untuk
mengetahui cara pengambilan specimen LCS (Lumbal Pungsi)
4.
Untuk
mengetahui macam-macam pemeriksaan LCS
5.
Untuk
mengetahui prosedur pemeriksaan-pemeriksaan LCS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
Liquour Cerebrospinalis adalah cairan otak
yang diambil melalui lumbal punksi Cairan otak tidak boleh dipandang sama
dengan cairan yang terjadi oleh proses ultrafiltrasi saja dari plasma darah. Di
samping filtrasi, faktor sekresi dari plexus choriodeus turut berpengaruh.
Karena itu cairan otak bukanlah transudat belaka. Akan tetapi seperti
transudat, susunan cairan otak juga selalu dipengaruhi oleh konsentrasi
beberapa macam zat dalam plasma darah.
Pengambilan cairan otak itu dilakukan dengan
maksud diagnostik atau untuk melakukan tindakan terapi. Kelainan dalam hasil
pemeriksaan dapat memberi petunjuk kearah suatu penyakit susunan saraf pusat,
baik yang mendadak maupun yang menahun dan berguna pula setelah terjadi trauma.
secara makroskopi, mikroskopi, kimia, bakteriologi, dan
serologi.
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI
Cairan
Serebro Spinal (CSS) ditemukan di ventrikel otak dan sisterna dan ruang
subarachnoid yang mengelilingi otak dan medula spinalis. Seluruh
ruangan berhubungan satu sama lain, dan tekanan
cairan diatur pada suatu tingkat yang konstan.
Fungsi Bantalan
Cairan Serebrospinal
Fungsi
utamanya adalah untuk melindungi sistem saraf pusat (SSP) terhadap trauma. Otak
dan cairan serebrospinal memiliki gaya berat spesifik yang kurang lebih sama
(hanya berbeda sekitar4%), sehingga otak terapung dalam cairan ini.
Oleh karena itu, benturan pada kepala akan menggerakkan
seluruh otak dan tengkorak secara serentak, menyebabkan tidak satu bagian pun dari otak yang
berubah bentuk akibat adanya benturan tadi.
Pembentukan, Aliran dan Absorpsi Cairan Serebrospinal
Sebagian
besar CSS (dua pertiga atau lebih) diproduksi di pleksus choroideus
ventrikel serebri (utamanya ventrikel lateralis). Sejumlah kecil dibentuk oleh
sel ependim yang membatasi ventrikel dan membran arakhnoid dan sejumlah kecil
terbentuk dari cairan yang bocor ke
ruangan perivaskuler di sekitar pembuluh darah otak (kebocoran sawar darah
otak).Pada
orang dewasa, produksi total CSS yang normal adalah sekitar 21 mL/jam (500
mL/ hari),volume CSS total hanya sekitar
150 mL. CSS mengalir dari ventrikel lateralis melalui foramen intra ventrikular
(foramen Monroe) ke venrikel ketiga, lalu melewati cerebral
aquaductus(aquaductus sylvii) ke venrikel keempat, dan melalui apertura
medialis (foramen Magendi) danapertura lateral (foramen Luschka) menuju ke
sisterna cerebelomedular (sisterna magna). Darisisterna cerebelomedular, CSS
memasuki ruang subarakhnoid, bersirkulasi disekitar otak dan medulaspinalis
sebelum diabsorpsi pada granulasi arachnoid yang terdapat pada hemisfer
serebral.Sekresi Pleksus Koroideus
Pleksus koroideus adalah
pertumbuhan pembuluh darah seperti kembang kol yang dilapisi oleh selapis tipis sel. Pleksus ini menjorok ke
dalam kornu temporal dari setiap ventrikel lateral,bagian posteror ventrikel
ketiga dan atap ventrikel keempat.Sekresi cairan oleh pleksus koroideus
terutama bergantung pada transpor aktif dari ion natrium melewati sel epitel yang membatasi bagian luar pleksus. Ion-
ion natrium pada waktu kembali positif akan menarik ion akan menarik
sejumlah besar ion-ion klorida, karena ion natrium yang bermuatan klorida yang
bermuatan negatif. Keduanya bersama - sama meningkatkankuantitas osmotis substansi
aktif dalam cairan serebrospinal, yang kemudian segera menyebabkan osmosis air melalui membran, jadi menyertai
sekresi cairan tersebut. Transpor yang kurang begitu penting memindahkan
sejumlah kecil glukosa ke dalam cairan serebrospinal dan ion kalium dan bikarbonat
keluar dari cairan serebrospinal ke dalam kapiler. Oleh karena itu, sifat khas
dari cairan serebrospinal adalah sebagai
berikut: tekanan osmotik kira-kira sama dengan plasma; konsentrasi ion
natrium kira-kira sama dengan plasma; klorida kurang lebih 15% lebih besar
dari plasma; kalium kira-kira 40%
lebih kecil; dan glukosa kira-kira 30% lebih sedikit. Inhibitor carbonic
anhidrase (acetazolamide) , kortikosteroid, spironolactone, furosemide,
isoflurane dan agen vasokonstriksi untuk mengurangi produksi CSS. Absorpsi
Cairan Serebrospinal Melalui Vili Arakhnoidalis. Absorpsi CSS melibatkan
translokasi cairan dari granulasi arachnoid ke dalam sinus venosusotak.
Vili arakhnoidalis, secara mikroskopis adalah penonjolan seperti jari dari
membran arakhnoidke dalam dinding sinus
venosus. Kumpulan besar vili-vili ini biasanya ditemukan bersama-sama, dan membentuk
suatu struktur makroskopis yang disebut granulasi arakhnoid yang terlihat
menonjol kedalam sinus. Dengan menggunakan mikroskop elektron, terlihat bahwa
vili ditutupi oleh sel endotel yang memiliki lubang-lubang vesikular besar yang
langsung menembus badan sel. Telahdikemukakan bahwa lubang ini cukup
besar untuk menyebabkan aliran yang relatif bebas dari cairanserebrospinal, molekul protein, dan bahkan
partikel - partikel sebesar eritrosit dan leukosit ke dalam darah
vena. Sebagian kecil diabsorpsi di nerve root sleeves dan
limfatik meningen. Walaupun mekanismenya belum jelas diketahui, absorpsi
CSS ini tampaknya berbanding lurus terhadaptekanan intra kranial (TIK)
dan berbanding terbalik dengan tekanan vena serebral (Cerebral Venous Pressure = CVP). Karena otak dan medula spinalis
sedikit disuplai oleh sistem limfatik, absorpsimelalui CSS merupakan mekanisme
utama untuk mengembalikan protein perivaskuler dan interstitiilke dalam aliran
darah .Ruang Perivaskuler dan Cairan Serebrospinal Pembuluh darah yang
mensuplai otak pertama-tama berjalan melalui sepanjang permukaanotak dan
kemudian menembus ke dalam, membewa selapis pia mater, yaitu membran yangmenutupi
otak. Pia mater hanya melekat longgar pada pembuluh darah, sehingga terdapat
sebuahruangan, yaitu ruang perivaskuler, yang ada di antara pia mater dan
setiap pembuluh darah. Oleh karena itu,
ruang perivaskuler mengikuti arteri dan vena ke dalam otak sampai arteriol dan venula, tapi tidak sampai ke kapiler. Fungsi Limfatik Ruang
Perivaskuler .Sama
halnya dengan di tempat lain dalam tubuh, sejumlah kecil protein keluar
dari parenkim kapiler ke dalam ruang interstitiil otak, karena tidak ada
pembuluh limfe dalam jaringan otak, protein
ini meninggalkan jaringan terutama dengan mengalir bersama cairan yang
melalui ruangperivaskuler ke dalam ruang subarakhnoid. Untuk mencapai
ruang subarakhnoid, protein akan mengalir
bersama cairan serebrospinal untuk diabsorpsi melalui vili arakhnoidalis ke
dlam vena-venaserebral. Ruang perivaskuler, sebenarnya, merupakan sistem
limfatik yang khusus untuk otak.. Selain menyalurkan cairan dan protein, ruang
perivaskuler juga menyalurkan partikel asing dari otak ke dalam ruang
subarakhnoid. Misalnya, ketika terjadi infeksi di otak, sel darah putih dan
jaringanmati infeksius lainnya dibawa
keluar melalui ruang perivaskuler.
Tekanan Cairan Serebrospinal
Tekanan normal dari sistem
cairan serebrospinal ketika seseorang berbaring pada posisi horizontal, rata-rata 130 mm air (10 mmHg),
meskipun dapat juga serendah 65 mm air atau setinggi 95 mm air pada orang
normal.. Pengaturan Tekanan Cairan Serebsrospinal oleh Vili Arakhnoidalis. Normalnya,
tekanan cairan serebrospinal hampir seluruhnya diatur oleh absorpsi
cairanmelalui vili arakhnoidalis. Alasannya adalah bahwa kecepatan normal
pembentukan cairanserebrospinal bersifat konstan, sehingga
dalam pengaturan tekanan jarang terjadi faktor perubahandalam
pembentukan cairan. Sebaliknya, vili berfungsi seperti katup yang
memungkinkancairan danisinya mengalir ke dalam darah dalam sinus venosus dan
tidak memungkinkan aliran sebaliknya.Secara normal, kerja katup vili tersebut
memungkinkan cairan serebrospinalmulai mengalir ke dalam darah ketika tekanan sekitar 1,5 mmHg lebih besar dari tekanan
darah dalam sinus venosus. Kemudian, jika tekanan cairan serebrospinal
masih meningkat terus, katup akan terbuka lebar,sehingga dalam keadaan normal,
tekanan tersebut tidak pernah meningkat lebih dari beberapa mmHg dibanding dengan tekanan dalam sinus. Sebaliknya,
dalam keadaan sakit vili tersebut kadang-kadang menjadi tersumbat oleh partikel-partikel
besar, oleh fibrosis, atau bahkan oleh molekul
protein plasma yang berlebihan yang
bocor ke dalam cairan
serebrospinal pada penyakit otak. Penghambatan seperti ini dapatmenyebabkan
tekanan cairan serebrospinal menjadi sangat tinggi. Pengukuran
Tekanan Cairan SerebrospinalProsedur yang biasa digunakan untuk mengukur
tekanan cairan serebrospinal adalah sebagai
berikut : Pertama, orang tersebut berbaring horizontal pada sisi tubuhnya,
sehingga tekanancairan spinal sama dengan tekanan dalam ruang tengkorak.
Sebuah jarum spinal kemudiandimasukkan ke dalam kanalis spinalis lumbalis di
bawah ujung terendah medula spinalisdandihubungkan dengan sebuah pipa kaca.
Cairan spinal tersebut dibiarkan naik pada pipa kaca sampaisetinggi-tingginya. Jika nilainya naik sampai
setinggi 136 mm di atas tingkat jarum tersebut,tekanannya dikatakan 136 mm air
atau, dibagi dengan 13,6 yang merupakan berat jenis air raksa,kira-kira 10
mmHg.
2.3 PROSEDUR
PUNGSI LUMBAL
Cairan
otak biasanya diperoleh dengan melakukan punksi lumbal pada lumbal III dan IV
dai cavum subarachnoidale, namun dapat pula pada suboccipital ke dalam cisterna
magma atau punksi ventrikel, yang dapat disesuaikan dengan indikasi klinik.
Seorang klinik yang ahli dapat memperkirakan pengambilan tersebut. Hasil punksi
lumbal dimasukkan dalam 3 tabung atau 3 syringe yang berbeda, antara lain :
1. Tabung
I berisi 1 mL
Dibuang karena tidak
dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan karena mungkin mengandung darah pada
saat penyedotan.
2. Tabung
II berisi 7 mL
Digunakan untuk
pemeriksaan serologi, bakteriologi dan kimia klinik.
3. Tabung
III berisi 2 mL
Digunakan untuk
pemeriksaan jumlah sel, Diff.count dan protein kualitatif/kuantitatif.
Tata Cara :
1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu
sisi tubuh. Leher fleksi maksimal
(lutut di tarik ke arah dahi )
2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara L4 dan L5 yaitu dengan menentukan
garis potong sumbu kraniospinal ( kolumna verterbralis ) dan garis antara
kedua spina ishiadika anterior superior ( SIAS ) kiri dan kanan. Pungsi dapat
pula di lakukan anatara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh
pada bayi.
3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm
dengan larutan Povidon iodin di ikuti larutan alkohol 70% dan tutup dengan
duk steril di mana daerah pungsi lumbal di biarkan terbuka.
4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah
memakai sarung tangan steril selama 15 – 30 detik yang akan menandai titik
pungsi tersebut selama 1 menit.
5. Tasukan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah di tentukan. Masukan
jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan
mulut jarum terbuka ke atas samapai menembus duramater. Jarak antara kulit
dan ruang subarakhnoi berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan
gizi. Umumnya 1,5 – 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada
umur 3 –5 tahun. Pada remaja jaraknya 6 – 8 cm.
6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran
cairan yang lebih baik, jarum di putar hingga mulut jarum mengarah ke
kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan
7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester.
(lutut di tarik ke arah dahi )
2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara L4 dan L5 yaitu dengan menentukan
garis potong sumbu kraniospinal ( kolumna verterbralis ) dan garis antara
kedua spina ishiadika anterior superior ( SIAS ) kiri dan kanan. Pungsi dapat
pula di lakukan anatara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh
pada bayi.
3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm
dengan larutan Povidon iodin di ikuti larutan alkohol 70% dan tutup dengan
duk steril di mana daerah pungsi lumbal di biarkan terbuka.
4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah
memakai sarung tangan steril selama 15 – 30 detik yang akan menandai titik
pungsi tersebut selama 1 menit.
5. Tasukan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah di tentukan. Masukan
jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan
mulut jarum terbuka ke atas samapai menembus duramater. Jarak antara kulit
dan ruang subarakhnoi berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan
gizi. Umumnya 1,5 – 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada
umur 3 –5 tahun. Pada remaja jaraknya 6 – 8 cm.
6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran
cairan yang lebih baik, jarum di putar hingga mulut jarum mengarah ke
kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan
7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester.
BAB III
PEMERIKSAAN TERHADAP LCS
MACAM
PEMERIKSAAN :
Pemeriksaan
terhadap LCS terdiri atas :
a.
Pemeriksaan Rutin
- makroskopis
- mikroskopis
- kimia
- bakteriologi
b.
Pemeriksaan Fisik
- tekanan
c.
Pemeriksaan Khusus
-
elektroforesa protein
-
imunoelektroforesa
- serologi
-
imunoglobulin
3.1 MAKROSKOPIS
Pemeriksaan makroskopis meliputi
–
Warna
–
Kekeruhan
–
pH
–
Konsistensi (bekuan)
–
Berat jenis
§ Metode
: Visual (Manual)
§ Tujuan
:
Untuk mengetahui cairan LCS secara makroskopik meliputi :
warna, kejernihan, bekuan, pH dan BJ.
§ Alat :
- Tabung
reaksi
- Beaker
gelas
- Kertas
indikator pH universal
- Refraktometer
abbe
§ Spesimen
: Cairan LCS
Prinsip : pada keadaan normal wujud LCS
seperti air, dengan
membandingkannya dapat dinilai
adanya perubahan pada LCS.
Cara
Kerja :
a. Tes Warna, Kekeruhan, dan Bekuan
– Tabung reaksi diisi aquadest
secukupnya sebagai pembanding.
– Contoh bahan diisikan pada tabung
reaksi yang sama ukurannya dengan
pembanding.
–
Kedua tabung
diletakkan berdekatan dengan latar belakang kertas putih.
–
Bandingkan contoh
bahan dengan aquadest.
b. Tes Berat Jenis
Cairan
LCS diteteskan 1-2 tetes pada refraktometer dan diperiksa pada eye piece BJ.
Interprestasi hasil :
–
Warna
Diamati warna pada LCS dengan aquades
sebagai pembanding
–
Kejernihan /
kekeruhan
•
0 = jernih
•
+ 1 = berkabut
•
+ 2 = kekeruhan
ringan
•
+ 3 = kekeruhan nyata
•
+ 4 = sangat keruh
–
Bekuan
Tidak ada (negatif) atau ada
bekuan (positif)
No
|
Parameter
|
Penilaian
|
Normal
|
1.
|
Warna
|
Tidak berwarna,
Kuning muda, Kuning, Kuning tua, Kuning coklat, merah, hitam coklat
|
Tidak berwarna
|
2.
|
Kejernihan
|
Jernih, agak keruh,
keruh, sangat keruh, keruh kemerahan
|
Jernih
|
3.
|
Bekuan
|
Tidak ada bekuan,
ada bekuan
|
Tidak ada bekuan
|
4.
|
Ph
|
7,3 atau setara
dengan pH plasma/serum
|
|
5.
|
BJ
|
1.000 – 1.010
|
1.003 – 1.008
|
§ Hal yang
perlu diperhatikan :
Warna
Normal warna LCS tampak jernih, wujud dan viskositasnya sebanding
air.
–
Merah muda →
perdarahan trauma akibat pungsi
–
Merah tua atau coklat
→ perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis dan
akan terlihat jelas sesudah
disentrifuge
–
Hijau atau
keabu-abuan → pus
–
Coklat → terbentuknya
methemalbumin pada hematoma subdural kronik
–
Xanthokromia →
(kekuning-kuningan) pelepasan hemoglobin dari eritrosit yang lisis (perdarahan
intraserebral/subarachnoid); juga disebabkan oleh kadar protein tinggi (>
200 mg/dl)
Kekeruhan
Normal → tidak ada kekeruhan atau jernih. Walaupun demikian LCS yang
jernih terdapat juga pada meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis,
dan meningitis tuberkulosa.
Keruh → ringan seperti kabut
mulai tampak jika :
–
lekosit 200-500/ul3
–
eritrosit > 400/ml
–
mikroorganisme
(bakteri, fungi, amoeba)
–
aspirasi lemak
epidural sewaktu dilakukan pungsi
–
media kontras
radiografi.
Konsistensi bekuan
–
Bekuan à banyak darah masuk
–
Normal → tidak
terlihat bekuan
–
Bekuan → banyaknya
fibrinogen yang berubah menjadi fibrin.
Disebabkan: trauma pungsi,
meningitis supurativa, atau meningitis tuberkulosa.
Jendalan sangat halus à LCS didiamkan di dalam almari es
selama 12-24 jam.
- LCS yang
bercampur darah dalam jumlah banyak pada kedua tabung, tidak
dapat diperiksa karena karena akan sama
hasilnya dengan pemeriksaan
dalam darah, terutama bila ada bekuan merah
sebagaimana darah membeku.
- Adanya
bekuan terlihat berupa kabut putih yang menggumpal karena bekuan
terdiri
atas benang fibrin.
3.2 MIKROSKOPIS
Syarat pemeriksaan :
Dilakukan dlm waktu < 30’, karena bila > 30’ jml sel akan berkurang yang disebabkan:
–
Sel mengalami
sitolisis
–
Sel akan mengendap,
shg sulit mendapat sampel yang homogen
–
Sel terperangkap
dalam bekuan
–
Sel cepat mengalami
perubahan morfologi
3.2.1 Hitung Jumlah Sel
§ Metode
: Bilik
Hitung
§ Prinsip
: LCS diencerkan dengan larutan Turk pekat akan ada sel
leukosit
dan sel lainnya akan lisis dan dihitung selnya dalam
kamar
hitung di bawah mikroskop.
§ Tujuan
: Untuk mengetahui jumlah sel dalam cairan LCS.
§ Alat dan
Reagensia :
- Mikroskop
- Hemaocytometer
: Bilik hitung Improved neubauer, kaca penutup, pipet
thoma leukosit
- Larutan
Turk Pekat : Kristal violet 0,1 gram, asam asetat glacial 10 mL dan
aquadest 90 mL.
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
Kerja :
- Larutan
Turk pekat diisap sampai tanda 1 tepat
- Larutan
LCS diisap sampai tanda 11 tepat.
- Dikocok
perlahan dan dibuang cairan beberapa tetes.
- Diteteskan
pada bilik hitung dan dihitung sel dalam kamar hitung pada semua kotak leukosit
di mikroskop lensa objektif 10x/40x.
§ Perhitungan
:
Ʃ Sel
= Jumlah sel ditemukan
x 1 x 1 x
pengenceran
Jumlah kotak
L T
=
……..sel/mm3 LCS
Ket : T = tinggi bilik hitung : 1/10 mm
L = luas 1
satuan kotak yang dipakai
§ Interpretasi
: Jumlah sel normal = 0 – 5 sel/mm3 LCS
3.2.2 Hitung Jenis Sel
§ Metode
: Tetes tebal dengan pewarnaan Giemsa
§ Tujuan
: Untuk membedakan dan mengetahui jumlah masing-masing
jenis sel mononuklear dan polinuklear
dalam
cairan LCS
§ Alat dan
Reagensia :
- Objek
Gelas
- Kaca
Penghapus
- Sentrifuge
- Tabung
reaksi
- Metanol
absolut
- Giemsa
- Timer
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
Kerja :
- Cairan
LCS di masukkan dalam tabung secukupnya.
- Disentrifugasi
selama 5 menit 2000 rpm
- Supernatant
dibuang dan endapan diambil.
- Diteteskan
pada objek gelas dan dibuat preparat hapusan tebal
- Di
keringkan dan difiksasi selama 2 menit dengan metanol absolut.
- Diwarnai
dengan Giemsa selama 15-20 menit.
- Dicuci
dan diperiksa dimikroskop lensa objektif 100x denga imersi.
§ Perhitungan
:
Jenis sel
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
Jumlah
|
%
|
MN
|
||||||||||||
PMN
|
||||||||||||
Jumlah
|
§ Interpretasi
: Normal MN 100% dan PMN 0%
3.2.3 Bakterioskopi
Dari pemeriksaan bakteliologi terhadap LCS, bakteri yang sering
muncul ialah : Mycobacterium tuberculosa, Neisseria meningitidis,
Streptococcus pneumoniae, dan Haemophillus influenzae.
Dengan melakukan pemeriksaan bakteriologi, sering sudah di dapatkan
petunjuk ke arah etiologi radang. Pemeriksaan yang paling diperlukan adalah
pewarnaan Gram dan Ziehl Neelsen. Specimen yang dipakai untuk pewarnaan ini
sebaiknya memakai sedimen dari LCS. Untuk pewarnaan tahan asam (Ziehl Neelsen)
baik juga dipakai specimen bekuan halus dekat permukaan LCS.
a.
Pewarnaan
Gram
Cara kerja :
·
Gelas
objek dan gelas penutup dibersihkan dengan alkohol 70% steril.
·
Dibuat
apusan dari bahan sedimen LCS
·
Difiksasi
di atas api bunsen.
·
Apusan
bakteri yang telah jadi ditetesi gram A selama 3 menit, dicuci denan air
mengalir, dan dikeringanginkan.
·
Kemudian
ditetesi gram B selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir, dan
dikeringanginkan.
·
Kemudian
ditetesi gram C selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir, dan
dikeringanginkan.
·
Kemudian ditetesi gram D selama 2 menit,
dicuci dengan air mengalir, dan dikeringanginkan.
·
Diamati
dengan mikroskop dengan perbesaran 1000 x, kemudian dicatat bentuk dan warna susunan,
dan sifat sel bakteri
b.
Pewarnaan
Ziehl-Neelsen
Cara
kerja :
·
Letakan
sediaan yang telah difiksasi pada rak dengan apusan menghadap ke atas.
·
Teteskan
larutan carbol fuchsin 0,3% (ZN A)
sampai menutupi seluruh permukaan sediaan sputum.
·
Panaskan
dengan nyala api spiritus sampai keluar uap selama 3-5 menit (tidak boleh
mendidih/kering).
·
Singkirkan
api spiritus, diamkan selama 5 menit.
·
Bilas
dengan air mengalir pelan sampai zat warna merah yang bebas terbuang.
·
Tetesi
sediaan dengan larutan asam alcohol 3% (ZN B) sampai warna merah fuchsin
hilang.
·
Bilas
dengan air mengalir pelan.
·
Teteskan
larutan methylen blue 0,3% ( ZN C)pada sediaan sampai menutupi seluruh
permukaan.
·
Diamkan
10 – 20 detik.
·
Bilas
dengan air mengalir pelan.
·
Diamati
dengan mikroskop dengan perbesaran 1000 x, kemudian dicatat bentuk dan warna
susunan, dan sifat sel bakteri
3.3 KIMIAWI
Analisa kimia LCS à membantu diagnosis / menilai prognosis.
Pemeriksaan rutin yang
dilakukan :
–
penetapan protein
secara kualitatif
–
kadar protein
–
kadar glukosa
–
kadar klorida
3.3.1 Protein
Kualitatif
Keadaan normalà cairan otak mengandung sedikit
sekali protein
Perbandingan antara albumin dan
globulin LCS leih kecil daripada dalam plasma
Konsentrasi protein ↑ :
–
Permeabilitas sawar
darah-otak ↑ oleh radang
–
Meningitis yang berat
A.
TEST PANDY
Prinsip : reagen pandy memberikan
reaksi terhadap protein (albumin dan globulin) dalam bentuk kekeruhan.
Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang ringan seperti
kabut.
Alat dan reagen yang dipakai
–
Tabung serologi
(garis tengah 7 mm)
–
Kertas putih
–
Reagen Pandy (larutan
phenol jenuh dalam air)
Cara pemeriksaan :
–
Ke dalam tabung
serologi dimasukkan 1 ml reagen Pandy
–
Tambahkan 1 tetes LCS
–
Kemudian dilihat
segera ada tidaknya kekeruhan.
Interprestasi hasil
–
Negatif : tidak ada kekeruhan
–
Positif : terlihat
kekeruhan yang jelas
•
+1 : opalescent (kekeruhan ringan seperti
kabut)
•
+2 : keruh
•
+3 : sangat keruh
•
+4 : Kekeruhan seperti susu
Nilai normal : (-) / (+1)
B.
TEST NONNE APELT
Prinsip : reagen Nonne memberikan
reaksi terhadap protein globulin dalam bentuk kekeruhan yang berupa
cincin.
Ketebalan cincin berhubungan
dengan kadar globulin, makin tinggi kadarnya maka cincin yang terbentuk makin
tebal.
Alat dan reagen yang dipakai :
–
Tabung serologi
(garis tengah 7 mm)
–
Reagen Nonne
(larutan ammonium sulfat jenuh dalam air)
Cara pemeriksaan :
–
Ke dalam tabung
serologi dimasukkan 1 ml reagen Nonne
– Tambahkan 1 ml LCS dengan cara
pelan-pelan sehingga terbentuk 2 lapisan,
di mana lapisan atas adalah LCS.
Diamkan selama 3 menit.
–
Kemudian dilihat pada
perbatasan kedua lapisan dengan latar belakang gelap.
Interprestasi hasil :
–
Negatif : tidak
terbentuk cincin antara kedua lapisan
–
+1 : cincin yang terbentuk
menghilang setelah dikocok (tidak ada bekasnya).
–
+2 : setelah dikocok
terjadi opalesensi
–
+3 : mengawan setelah
dikocok
Normal : (-)
3.3.2 Protein Kuantitatif
§ Metode
: Biuret
§ Prinsip
: Protein dalam sampel bereaksi dengan ion cupri (II) dalam
medium alkali
membentuk komplek warna yang dapat
diukur dengan
spektrofotometer
§ Tujuan
: Untuk menetapkan kadar protein dalam LCS.
§ Alat
:
- Tabung
reaksi
- Mikropipet
20 µLdan 1000 µL.
- Tip
kuning dan biru.
- Fotometer
§ Reagensia
:
- Reagen
Kerja: Cupri (II) asetat 6 mmol/L, Kalium Iodida 12 mmol/L,
NaOH 1,15
mol/L, deterjen.
- Reagen
standard : 8,0 g/dL
- Stabilitas :
Reagensia stabil setelah dibuka sampai kadaluarsa bila disimpan
pada suhu
ruang.
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
Kerja :
- Masukkan
ke dalam tabung berlabel :
Blanko
|
Standar
|
Sampel
|
|
Standar
Serum
Reagen kerja
|
-
-
1000 μl
|
20 µl
-
1000 μl
|
-
20 μl
1000 μl
|
- Campur
dan inkubasi selama 10 menit pada suhu ruang.
- Diukur
absorben standar dan sampel pada Photometer dengan panjang
gelombang 578
nm terhadap blanko reagent.
§ Perhitungan
:
Total Protein = Absorben
sampel x konsentrasi standar (8,0 g/dL)
Absorben standard
=
..............g/dL x 1000 = ......mg/dL
Nilai
Normal : 15 – 45 mg/dl
3.3.3 Glukosa Kuantitatif
Menyusutnya kadar glukosa dalam LCS à meningitis purulenta (metabolisme leukosit & bakteri ↓ kadar
glukosa à 0).
Semua
mikroorganisme menggunakan glukosaà pe↓ kadar
glukosa dapat disebabkan oleh : fungi, protozoa, bakteri tuberculosis, dan
bakteri piogen.
Meningitis oleh virus à sedikit me↓ kadar glukosa dalam LCS.
§ Metode
: GOD-PAP
§ Prinsip
: Glukosa dioksidasi oleh glukosa oksidase menghasilkan
hidrogen peroksida yang bereaksi
dengn 4-aminoantipirin
dan fenol dengan pengaruh katalis
peroksidase
menghasilkan quinoneimine yang
berwarna merah.
§ Tujuan
: Untuk menentukan kadar glukosa dalam LCS
§ Reaksi
: Glukosa + ½ O2 +
2 H2O glukosa oxidase
Glukonate + H2O2.
2 H2O2 +
4-Aminoantipyrine + Phenol POD Quinoneimine +
4 H2O
§ Alat
:
- Tabung
reaksi
kecil
- Timer
- Mikropipet
10 dan 1000
µl
- Tissue
- Tip
kuning dan
biru
- Rak Tabung
- Fotometer
§ Reagensia
:
- Reagen
kerja Glukosa
- Reagen
standar Glukosa 100 mg/dl
- Stabilitas :
Reagensia stabil setelah dibuka sampai kadaluarsa bila disimpan
pada suhu 2-8oC.
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
kerja:
- Dipipet
ke dalam tabung:
Blanko
|
Standar
|
Sampel
|
|
Standar
Serum
Reagen kerja
|
-
-
1000 µl
|
10 µl
-
1000 µl
|
-
10 µl
1000 µl
|
- Dicampur
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit.
- Diukur
absorben standar dan sampel pada Photometer terhadap blanko dengan panjang
gelombang 546 nm.
§ Pengamatan dan
Pembacaan :
- Absorben
blanko aquabidest : 0,000
- Dicatat
Absorben pengukuran reagent blanko, standar dan sampel
§ Perhitungan
:
Glukosa
= Absorben sampel
x konsentrasi standard (100 mg/dL)
Absorben standard
=
..............mg/dL
§ Nilai
Normal : 45 – 70 mg/dL
Chlorida Kuantitatif
§ Metode
: TPTZ
§ Prinsip
: Ion Chlorida bereaksi dengan Mercury (II), 2,4,4-tri-(2
pyridil)-S-triazide kompleks (TPTZ) membentuk merkuri
(II) chlorida. TPTZ bebas bereaksi dengan ion besi
(II)
menghasilkan warna biru kompleks. Perubahan absorben
pada 578 nm sebanding dengan kadar chlorida.
§ Tujuan
: Untuk menentukan kadar Chlorida dalam LCS
§ Alat
:
- Tabung
reaksi
kecil
- Timer
- Mikropipet
10 dan 1000 µl
- Tissue
- Tip
kuning dan
biru
- Rak Tabung
- Fotometer
§ Reagensia
:
- Reagen
warna : 2,4,6-tri-(2-pyridil)-S-triazide (TPTZ) dan merkuri (II)
kompleks
0,96 mmol/L dan besi (II) sulfat 0,5 mmol/L
- Standard
Chlorida : Natrium chlorida 100 mmol/L atau 355 mg/dL
§ Spesimen
: LCS
§ Cara
Kerja :
- Dipipet
ke dalam tabung:
Blanko
|
Standar
|
Sampel
|
|
Standar
Serum
Reagen kerja
|
-
-
1000 µl
|
10 µl
-
1000 µl
|
-
10 µl
1000 µl
|
- Dicampur
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit.
- Diukur
absorben standar dan sampel pada Photometer terhadap blanko
dengan
panjang gelombang 546 nm.
§ Perhitungan
:
Chlorida = Absorben sampel x
konsentrasi standard (100 mmol/L)
Absorben standard
=
..............mmol/L
§ Nilai
Normal : 98 - 106 mmol/L
DAFTAR PUSTAKA
Gandasoebrata, R.1969. Penuntun
Laboratorium Klinik . Dian Rakyat : Jakarta
Ginsberg Lionel. 2007. Lecture Notes
Neurology. Erlangga : Jakarta
Kee, Joyce LeFeffer .1999. Pemeriksaan Dan
Diagnosis. EGC : Jakarta
Pearce, Evelyn C.1972.Anatomi dan
Fisiologi Untuk Paramedis . Gramedia : Jakarta
en.wikipedia.org/wiki/Cerebrospinal_fluid
noviihantari.blogspot.com/2011/05/liquor-cerebro-spinalis-lcs.html
id.scribd.com/doc/52329776/CAIRAN-OTAK
ramedia : Jakarta
en.wikipedia.org/wiki/Cerebrospinal_fluid
noviihantari.blogspot.com/2011/05/liquor-cerebro-spinalis-lcs.html
id.scribd.com/doc/52329776/CAIRAN-OTAK